Pemimpin adalah orang yang memimpin.
Sedangkan pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki sifat adil, amanah,
berjiwa sosial yang tinggi dan memberikan contoh yang baik terhadap orang-orang
disekelilingnya.
Baginda
Nabi SAW adalah sosok pemimpin yang ideal, sosok pemimpin yang dihormati dan
ditaati oleh umatnya, beliau selalu mengerjakan dan mengamalkan apa yang beliau
hendak katakan kepada umatnya, dan meninggalkan apa yang beliau larang. Beliau
tidak pernah menyuruh tanpa memberi contoh.
Sifat
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW lebih tegas lagi dicantumkan didalam Al_Qur’an yaitu “Laqadjaa akum rasuulun min anfusikum ‘aziizum alaihi ma’anittum
hariishun ‘alaikum bil mu’miniina rauufun rahiim . Yang artinya : Benar-benar telah datang kepada
kalian seorang utusan dari kalangan kalian sendiri yang berat terasa olehnya
(tak tahan ia melihat) penderitaan kalian; sangat menginginkan (keselamatan dan
kebahagiaan) bagi kalian; dan terhadap orang-orang yang beriman, penuh kasih
sayang lagi penyayang.”
Nabi
tak tahan melihat penderitaan umatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Maka
tak henti-hentinya Nabi menolong dan menyuruh ummatnya menolong mereka-mereka
yang memerlukan pertolongan, menyantuni, dan menyuruh menyantuni fakir miskin,
anak yatim, janda, dan kaum dhu’afa. Nabi tak tahan melihat penderitaan
ummatnya, maka tak henti-hentinya Nabi berbuat ma’ruf, menjauhi kemungkaran,
melakukan dan menganjurkan amar ma’ruf nahi munkar.
Nabi
tidak tahan melihat penderitaan ummatnya. Nabi yang sudah dua hari tidak makan,
ketika mendapatkan makanan, mendahulukan sahabatnya yang senasib. Nabi menangis
ketika seorang bocah meninggal. Nabi menanyakan tukang sapu yang cukup lama tak
kelihatan. Nabi menjenguk dan menganjurkan menjenguk dan mendo’akan orang
sakit. Nabi melayat dan menganjurkan melayat. Bahkan ada riwayat yang
menceritakan Nabi melayat seorang pecinta burung yang burungnya mati dan
mendoakan agar segera mendapat ganti. Dan, Anda tentu pernah mendengar sabda
Nabi Muhammad yang luar biasa ini: “Barang siapa meninggal dan meninggalkan
warisan, maka ahli warisnyalah yang berhak atas warisan itu, namun bila
meninggalkan utang, akulah yang menanggungnya.”