Senin, 10 Februari 2014

bahaya boraks bagi tubuh manusia

Ketika sedang menonton televisi tanpa disengaja saya menonton berita mengenai makanan yang di campur dengan boraks, kemudian minyak goreng yang dilarutkan didalamnya "lilin" yang kemudian digunakan untuk menggoreng pisang molen, ayam goreng, onde-onde dan sebagainya. dan pastinya berbahaya bagi tubuh orang yang mengkonsumsinya.

lalu apa sih borak itu ? borak adalah bahan yang biasanya ditambahkan untuk Mematri logam, Pembuatan gelas dan enamel, Sebagai Pengawet dan antijamur pada kayu, Obat untuk kulit dalam bentuk salep, Sebagai antiseptik, Pembasmi kecoak dan Campuran pembersih. nah bisa teman-teman bayangkan jika bahan yang biasanya ditambahkan atau digunakan sebagai obat luar ini kita konsumsi. lalu masuk kedalam pencernaan kita?

ciri-ciri makanan yang mengandung boraks adalah Tahan lama/tidak mudah basi, elastis, kenyal, tekstur menarik dan renyah (untuk kategori krupuk) serta tidak dikerubungi lalat.

Jika kita mengkonsumsi borak dalam jangka lama dapat menimbulkan efek racun yang dapat membahayakan metabolisme tubuh kita.  boraks yang kita konsumsi akan diserap oleh usus, lebih lanjut akan disimpan terus menerus secara kumulatif di dalam hati, otak, ginjal, atau bahkan testis, hingga akhirnya dosis toksis yang terdapat dalam tubuh akan semakin tinggi dalam tubuh.
pada dosis penggunaan normal yang masih dibawah batas ambang maksimal, efek negatif racun boraks pada manusia masih hanya sebatas pada nafsu makan yang menurun, gangguan pada sistem pencernaan, bahkan gangguan sistem pernapasan. Selain itu juga dapat menyebabkan gangguan sistem saraf pusat ringan, seperti mudah bingung, kerontoka rambut bahkan gejala anemia. Namun bila dosis toksis boraks sudah melebihi ambang batas maksimal akan menimbulkan dampak yang fatal bagi tubuh mulaia dari muntah-muntah, gejala diare, gejala sesak napas, mual, lemas, pendarahan gastroentritis yang disertai muntah darah yang diiringi sakit kepala hebat. Pada orang dewasa jika toksin boraks mencapai 10 – 20 gram akan menyebabkan kematian
 
Sebenarnya penggunaan borak telah dilarang keras oleh pemerintah untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan sebagaimana telah diatur dalam Pemenkes no 722/Menkes/Per/IX/tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Namun hal ini tidak terlalu dihiraukan oleh beberapa produsen makanan dengan dalih persaingan harga di pasaran tanpa menghiraukan dengan tips kesehatan dalam pengolahan makanan.

Jumat, 07 Februari 2014

10 Penyakit dan Gangguan Pada Mata

Mata adalah jendela hati, dimana terbentuk cerminan sebuah jiwa. Mata adalah anugrah Sang Maha Pencipta, sehingga kita dapat melihat kebesaran ciptaan-Nya. Sudah seharusnya kita menjaga dan merawat mata kita dengan baik agar berfungsi dengan baik dan bermanfaat untuk kehidupan kita. Sama seperti organ tubuh kita yang lain, mata juga memiliki banyak penyakit atau gangguan yang dapat menghalagi aktivitas kita sehari-hari. Mari kita mengenal beberapa penyakit mata atau gangguan-gangguan atau kelainan yang terdapat pada mata kita. Ini dia daftarnya:
Mata

10. Kebutaan

Kebutaan adalah kondisi dimana kurangnya persepsi visual karena faktor fisiologis (fisik) dan neurologi (syaraf), yang merujuk kepada hilangnya penglihatan yang tidak dapat dikoreksi/diobati dengan kacamata atau lensa kontak. Kebutaan terbagi menjadi dua, parsial dan lengkap. Kebutaan parsial berarti memiliki visi/pandangan yang sangat terbatas. Kebutaan lengkap berarti tidak dapat melihat apa-apa dan tidak bisa melihat cahaya. Kebutaan/kehilangan penglihatan dapat terjadi secara tiba-tiba atau selama periode waktu. Kebutaan dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah;
- kecelakaan atau luka pada permukaan mata
- diabetes
- galukoma, mengacu pada kondisi mata/penyakit mata yang menyebabkan kerusakan pada syaraf optik, sehingga lama kelamaan menjadi kebutaan.
- degenerasi makula, adalah gangguan mata yang perlahan-lahan menurunkan ketajaman, penglihatan sentral sehingga sulit untuk melihat detil seperti membaca dan menulis.
Seiring dengan perkembangan dunia medis, kebutaan dapat disembuhkan dengan implan steroid dalam suntikan melepaskan obat antiinflamasi di dekat retina. Namun biayanya pun sangatlah mahal. Beberapa tips agar terhindar dari kebutaan, ada baiknya perlu diikuti, seperti; menggunakan sunglasses agar terhindar dari sinar UV, menerapkan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung vit A, memeriksakan mata secara rutin bila sudah mencapai usia 40 tahun, berhati-hati dalam menggunakan lensa kontak.
kebutaan

9. Astigmatisma

Astigmatisma atau mata silindris adalah suatu kondisi mata/penglihatan dimana penglihatan menjadi kabur, disebabkan oleh bentuk kornea yang tidak teratur, dimana lensa mata mempunyai cekungan yang berbeda antara tengah dan pinggir. Dikarenakan bayangan benda jatuh di retina mata ada dua tidak satu, sehingga efeknya adalah penderita melihat benda seakan menjadi dua/kabur/blur. Penderita astigmatisma reguler (melihat garis vertikal terlihat kabur dan garis horisontal terlihat jelas) dapat dikoreksi dengan kacamata berlensa silindris. Selain dengan kacamata, penderita silindris dapat mendapatkan visi yang jelas dengan menggunakan lensa kontak, orthokeratology, laser dan prosedur operasi bias lainnya.
astigmatisma

8. Pinguecula

Pinguecula adalah salah satu degenerasi konjungtiva mata (membran mukosa tipis yang membatasi dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata) yang umum terjadi. Pinguecula merupakan pertumbuhan jaringan tipis (selaput) non-kanker di konjungtiva dan tidak berbahaya. Pinguecula terlihat seperti benjolan kecil di ujung bola mata dekat dengan kornea dan berwarna kekuningan. Penyebab pastinya belum diketahui, namun penyebab paling umum terjadi adalah karena paparan sinar matahari dan iritasi mata. Pinguecula tidak memerlukan pengobatan, misalnya dengan tindakan operasi atau tindakan medis lainnya. Hal yang dapat dilakukan agar terhindar dari pinguecula adalah dengan menjaga mata tetap basah, menghindari paparan langsung ultraviolet dengan menggunakan kacamata hitam, hindari iritasi mata. Hubungi dokter jika pinguecula berubah ukuran, berubah warna dan berubah bentuk.
pinguecula
7. Pterygium
Pterygium adalah salah satu penyakit mata yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan selaput tipis di konjungtiva yang menutupi bagian putih dari mata dan meluas ke kornea. Pterygium hampir mirip dengan pinguecula. Hanya saja pterygium berbentuk segitiga dan puncaknya terletak di kornea. Penyebab pterygium juga belum diketahui secara pasti. Namun pterygium lebih sering terjadi pada orang yang sering terpapar sinar UV, angin, berdebu dan orang-orang yang bekerja diluar rumah. Para petani dan nelayan serta orang-orang yang tinggal di dekat garis khatulistiwa lebih banyak terkena pterygium. Pterygium adalah pertumbuhan jaringan non-kanker, namun jika pertumbuhannya cepat dan meluas ke kornea, maka penglihatan penderita pterygium akan menjadi kabur dan silau. Gejala pterygium diantaranya mata akan terasa mengganjal, sedikit gatal, berair, tetapi adapula yang tidak memiliki gejala. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pertumbuhan pterygium adalah menghindari kontak langsung dengan sinar UV dengan mengguanakan kacamata hitam jika berada diluar dengan sinar matahari yang menyengat, menjaga mata tetap lembab dan menghindari iritasi. Hubungi dokter jika pertumbuhan pterygium terjadi dengan cepat dan mengganggu visi.
pterygium

6. Buta Warna

Buta warna terjadi ketika ada masalah dengan butiran sensor-warna (pigmen) dalam sel-sel saraf tertentu dari mata. Buta warna sama sekali bukanlah bentuk kebutaan, tetapi kekurangan dalam cara Anda melihat warna dan kesulitan dalam membedakan warna tertentu, seperti biru dan kuning atau merah dan hijau. Buta warna dapat menurun dan laki-laki lebih sering terkena kasus buta warna daripada perempuan. Buta warna karena keturunan tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dibantu dengan memakai kacamata lensa warna, untuk membantu membedakan warna lebih dengan mudah. Atau dengan kacamata dengan lensa yang dapat mengurangi cahaya, karena jika terlalu terang atau silau penderita buta warna lebih sulit membedakan warna.
buta warna

5. Presbiopi (Mata Tua)

Presbiopi adalah suatu keadaan gangguan penglihatan yang umum terjadi karena faktor usia. Presbiopi sering disebut kondisi penuaan mata, dimana menyebabkan tidak mampu fokus melihat dari jarak dekat dan tidak dapat melihat benda jauh dengan jelas, karena ada masalah yang berkaitan dengan pembiasan pada mata. Mata tidak mampu memfokuskan cahaya langsung ke retina akibat pengerasan dari lensa alami. Penuaan mempengaruhi serat otot di sekitar mata sehingga sulit bagi mata tua untuk fokus pada objek dekat, sehingga ketidakefektifan lensa menyebabkan cahaya berfokus ke retina, menyebabkan berkurangnya penglihatan pada benda-benda yang dekat. Ketika kita muda, lensa mata masih lembut dan fleksibel, memungkinkan otot-otot kecil di dalam mata dapat dengan mudah membentuk kembali lensa untuk fokus pada benda dekat maupun jauh. Kacamata berlensa cekung dan cembung sekaligus adalah cara paling sederhana dan paling aman aman untuk mengoreksi presbiopi.
presbiopi

4. Rabun Senja

Rabun senja atau nyctalopia atau hemeralopi adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari atau dalam cahaya redup. Rabun senja juga sering disebut rabun ayam, karena ayam tidak dapat melihat jelas saat senja atau malam hari. Rabun senja terjadi karena adanya kerusakan pada sel retina yang seharusnya dapat bekerja saat melihat benda/objek dengan cahaya yang kurang atau redup. Penyebab terjadinya rabun senja antara lain; katarak, rabun jauh, pemakaian obat-obatan tertentu, kekurangan vitamin A (walaupun sangat jarang), bawaan dari lahir, mata minus dll. Penderita rabun senja dapat menyebabkan masalah dengan mengemudi di malam hari, kesulitan melihat bintang, berjalan di ruangan/tempat yang gelap dll. Rabun senja dapat dikurangi dengan mengkonsumsi suplemen vitamin A atau jika sangat mengganggu penglihatan secara signifikan, maka sangat penting untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis mata. Agar diketahui penyebabnya dan dapat segera diperbaiki, misalnya dengan kacamata atau pengangkatan katarak.
rabun senja

3. Rabun Dekat

Rabun dekat atau hipermetropi atau hiperopia adalah gangguan pada penglihatan yang disebabkan lensa mata terlalu pipih. Bayangan benda yang dilihat terbentuk di belakang retina sehingga mata tidak dapat melihat benda-benda yang dekat. Penglihatan penderita hipermetropi dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata berlensa cembung atau positif. Dengan lensa cembung, sinar yang jatuh di belakang retina akan dikembalikan tepat pada retina sehingga dapat melihat benda dari jarak dekat.
rabun dekat

2. Rabun Jauh

Rabun jauh adalah kebalikan dari rabun dekat, mata dengan lensa terlalu cembung atau bulat mata terlalu panjang. Rabun jauh adalah ketidakmampuan mata untuk melihat dalam jarak yang jauh. Bayangan yang dihasilkan akan jatuh didepan retina. Penderita rabun jauh dapat menggunakan kacamata berlensa cekung atau negatif. Lensa cekung akan menempatkan kembali bayangan tepat dititk retina, sehingga mata dapat melihat benda yang jauh. Siapa yang bisa terkena rabun jauh? Mereka yang : memiliki keturunan orang tuanya yang juga penderita miopia, kurang asupan makanan bergizi terutama makanan yang mengandung vitamin A, memiliki kebiasaan buruk melihat benda dengan jarak yang sangat dekat misalnya melihat televisi terlalu dekat, membaca terlalu dekat dan kurang cahaya dll.
rabun dekat

1. Katarak

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidarasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progressif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan congenital, atau penyulit penyakit mata local menahun.




read more : http://top10.web.id/kesehatan/10-penyakit-dan-gangguan-pada-matakatarak

DIABETES

Definisi dan Tipe Diabetes

Semua sel dalam tubuh manusia membutuhkan gula agar dapat bekerja dengan normal. Gula dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh dengan bantuan hormon insulin. Jika jumlah insulin dalam tubuh tidak cukup, atau jika sel-sel tubuh tidak memberikan respon terhadap insulin (resisten terhadap insulin), maka akan terjadi penumpukan gula di dalam darah. Hal inilah yang terjadi pada pasien diabetes melitus.
Diabetes mellitus, atau yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis, adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh:
  • ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau
  • tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau
  • gabungan dari kedua hal tersebut.
Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan terjadi peningkatan kadar glukosa (gula) darah yang disebut hiperglikemia. Hiperglikemia yang berlangsung dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh kita, terutama pada saraf dan pembuluh darah. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah pasien diabetes mellitus.
Diabetes mellitus dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
  • Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya produksi insulin oleh pankreas.
  • Diabetes melitus tipe 2, yang disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga penggunaan insulin oleh tubuh menjadi tidak efektif.
  • Diabetes gestasional, adalah hiperglikemia yang pertama kali ditemukan saat kehamilan.
Selain tipe-tipe diabetes melitus, terdapat pula keadaan yang disebut prediabetes. Kadar glukosa darah seorang pasien prediabetes akan lebih tinggi dari nilai normal, namun belum cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes melitus. Yang termasuk dalam keadaan prediabetes adalah Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT). Keadaan prediabetes ini akan meningkatkan risiko seseorang untuk menderita diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung atau stroke.

Penyebab Diabetes Melitus

Diabetes Tipe 1 dipercaya sebagai penyakit autoimun, di mana sistem imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus tertentu berperan dalam prosesnya. Walaupun diabetes tipe 1 berhubungan dengan faktor genetik, namun faktor genetik lebih banyak berperan pada kejadian diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari.
Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk menderita diabetes tipe 2.
  • Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik)
  • Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
  • Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl
  • Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
  • Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram
  • Makanan tinggi lemak, tinggi kalori
  • Gaya hidup tidak aktif (sedentary)
  • Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal)
  • Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun
  • Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga resistensi insulin
Diabetes gestasional disebabkan oleh perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan. Peningkatan kadar beberapa hormon yang dihasilkan plasenta membuat sel-sel tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin (resistensi insulin). Karena plasenta terus berkembang selama kehamilan, produksi hormonnya juga semakin banyak dan memperberat resistensi insulin yang telah terjadi.
Biasanya, pankreas pada ibu hamil dapat menghasilkan insulin yang lebih banyak (sampai 3x jumlah normal) untuk mengatasi resistensi insulin yang terjadi. Namun, jika jumlah insulin yang dihasilkan tetap tidak cukup, kadar glukosa darah akan meningkat dan menyebabkan diabetes gestasional. Kebanyakan wanita yang menderita diabetes gestasional akan memiliki kadar gula darah normal setelah melahirkan bayinya. Namun, mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita diabetes gestasional pada saat kehamilan berikutnya dan untuk menderita diabetes tipe 2 di kemudian hari.

Gejala Diabetes Melitus

Pada awalnya, pasien sering kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes melitus, bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Namun, harus dicurigai adanya DM jika seseorang mengalami keluhan klasik DM berupa:
  • poliuria (banyak berkemih)
  • polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
  • polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
  • penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Jika keluhan di atas dialami oleh seseorang, untuk memperkuat diagnosis dapat diperiksa keluhan tambahan DM berupa:
  • lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal
  • penglihatan kabur
  • penyembuhan luka yang buruk
  • disfungsi ereksi pada pasien pria
  • gatal pada kelamin pasien wanita
Diagnosis DM tidak boleh didasarkan atas ditemukannya glukosa pada urin saja. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dari pembuluh darah vena. Sedangkan untuk melihat dan mengontrol hasil terapi dapat dilakukan dengan memeriksa kadar glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Seseorang didiagnosis menderita DM jika ia mengalami satu atau lebih kriteria di bawah ini:
  • Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma sewaktu  ≥200 mg/dL
  • Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma puasa  ≥126 mg/dL
  • Kadar gula plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥200 mg/dL
  • Pemeriksaan HbA1C ≥ 6.5%
Keterangan:
  • Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir pasien.
  • Puasa artinya pasien tidak mendapat kalori tambahan minimal selama 8 jam.
  • TTGO adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan larutan glukosa khusus untuk diminum. Sebelum meminum larutan tersebut akan dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah, lalu akan diperiksa kembali 1 jam dan 2 jam setelah meminum larutan tersebut. Pemeriksaan ini sudah jarang dipraktekkan.
Jika kadar glukosa darah seseorang lebih tinggi dari nilai normal tetapi tidak masuk ke dalam kriteria DM, maka dia termasuk dalam kategori prediabetes. Yang termasuk ke dalamnya adalah
  • Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT), yang ditegakkan bila hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL dan  kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO < 140 mg/dL
  • Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yang ditegakkan bila kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO antara 140 – 199 mg/dL

Pencegahan Diabetes Melitus

Pencegahan penyakit diabetes melitus tipe 2 terutama ditujukan kepada orang-orang yang memiliki risiko untuk menderita DM tipe 2. Tujuannya adalah untuk memperlambat timbulnya DM tipe 2, menjaga fungsi sel penghasil insulin di pankreas, dan mencegah atau memperlambat munculnya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Faktor risiko DM tipe 2 dibedakan menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Usaha pencegahan dilakukan dengan mengurangi risiko yang dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi contohnya ras dan etnik, riwayat anggota keluarga menderita DM, usia >45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi>4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG), dan riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi contohnya berat badan berlebih, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi (> 140/90 mmHg), gangguan profil lipid dalam darah (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL, dan diet tak sehat tinggi gula dan rendah serat. Pencegahan DM juga harus dilakukan oleh pasien-pasien prediabetes yakni mereka yang mengalami intoleransi glukosa (GDPP dan TGT) dan berisiko tinggi mederita DM tipe 2.
Pencegahan DM tipe 2 pada orang-orang yang berisiko pada prinsipnya adalah dengan mengubah gaya hidup yang meliputi olah raga, penurunan berat badan, dan pengaturan pola makan. Berdasarkan analisis terhadap sekelompok orang dengan perubahan gaya hidup intensif, pencegahan diabetes paling berhubungan dengan penurunan berat badan. Menurut penelitian, penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2. Dianjurkan pula melakukan pola makan yang sehat, yakni terdiri dari karbohidrat kompleks, mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut. Asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.
Akitivitas fisik harus ditingkatkan dengan berolah raga rutin, minimal 150 menit perminggu, dibagi 3-4 kali seminggu. Olah raga dapat memperbaiki resistensi insulin yang terjadi pada pasien prediabetes, meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik), dan membantu mencapai berat badan ideal. Selain olah raga, dianjurkan juga lebih aktif saat beraktivitas sehari-hari, misalnya dengan memilih menggunakan tangga dari pada elevator, berjalan kaki ke pasar daripada menggunakan mobil, dll.
Merokok, walaupun tidak secara langsung menimbulkan intoleransi glukosa, dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2. Oleh karena itu, pasien juga dianjurkan berhenti merokok

Read more: http://diabetesmelitus.org/about/

PENETAPAN AKTIVITAS VITAMIN B12,UJI EFEKTIVITAS PENGAWET,PENETAPAN KADAR KALSIUM PANTOTENAT



MIKROBIOLOGI FARMASI

PENETAPAN AKTIVITAS VITAMIN B12
Baku pembanding sianokobalamin BPFI; simpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya. Lakukan pengeringan diatas silika gel P selama 4 jam sebelum digunakan.
Larutan uji ukur atau timbang seksama sejumlah zat uji bila perlu sudah diserbuk haluskan, masukkan kedalam wadah yang sesuai berisi larutan pengektraksi. Untuk tiap gram atau ml zat uji diperlukan 25 ml larutan pengekstraksi yang dibuat segar. Tiap 100 ml pengekstraksi mengandung 1,29 g dinatrium fosfat P, 1,1 g sitrat anhidrat P dan 1,0 g natrium metabisulfit P dalam air. Campuran dipanaskan didalam autoclave pada suhu 121°C selama 10 menit. Biarkan partike yang tidak terlarut mengendap , saring atau sentrifusi jika perlu. Encerkan sejumlah alikot jernih dengan air hingga larutan uji akhir mengandung vitamin B12 dengan aktivitas lebih kurang setara dengan aktivitas larutan baku sianokobalamin, yang dimasukkan kedalam tabung penetapan kadar.
Larutan baku persediaan timbang seksama sianokobalamin BPFI, larutkan dalam etanol p 25% hingga kadar 10µg per ml. Simpan dalam lemari pendingin.
Larutan baku encerkan sejumlah volume larutan baku persediaan dengan air hingga volume sedemikian rupa hingga setelah masa inkubasi  seperti tertera pada prosedur , perbedaan transmitan antara blanko terenokulasi dan aras 5,0 ml larutan baku tidak kurang dari yang setara dengan perbedaan 1,25 mg  bobot sel kering. Kadar ini biasanya antara 0,01 ng dan 0n04 ng per ml larutan baku. Buat larutan baku segar untuk setiap penetapan kadar.
Larutan persediaan media bassal buat media sesuai cara dan formula berikut : campuran dehidrat yang mengandung komponen sama dapat digunakan dengan syarat ketika dikonstitusi menurut ketentuan yang tercantum pada etiket, memeberikan suatu media yang sebanding dengan yang diperoleh dari formula berikut ini. Tambahkan menurut urutan dalam daftar. Larutkan secara hati-hati L-sistin P dan L-triftopan P dalam asam klorida sebelum penambahan delapan larutan berikutnyadalam larutan yang diperoleh. Tambahkan 100 ml air, campur, larutan dekstrosa anhidrat P, natrium asetat P dan asam askorbat P. Saring jika perlu, tambahkan larutan polisorbat 80, atur pH larutan antara 5,5 dan 6,0 dengan penambahan natrium hidroksida 1 N dan tambahkan air murni hingga 250 ml
L-sistin P                                 0,1g
L-triftofan P                            0,05 g
Asam klorida 1 N                    10 ml
Larutan vitamin I                    10 ml
Larutan vitamin II                   10 ml
Larutan garam A                     5 ml
Larutan garam B                     5 ml
Larutan asparagin                    5 ml
L. kasein terhidrolisis asam     25 ml
Dekstrosa anhidrat P               10 g
Natrium asetat anhidrat P       5 g
Asam askorbat P                     1 g
Larutan polisorbat 80              5 ml

Larutan kasein terhidrolisis asam buat seperti yang tertera pada penetapan kalsium pentotenat
Larutan asparagin larutkan 2,0 g L-asparagin P dalam air hingga 200 ml. Simpan dibawah lapisan tuluena dalam lemari pendingin.
Larutan adenin-guanin-urasil. Buat seperti yang tertera pada penetapan kadar kalsium pentotenat.
Larutan xantin suspensikan 200 mg xantin dalam 30 ml sampai 40 ml air, panaskan hingga suhu kurang dari 70°, tambahkan 6,0 ml amonium hidroksida 6 N, aduk sampat zat padat sampai melarut. dinginkan dan tambahkan air hingga 200 ml. Simpan dibawah lapisan tuluena dalam lemari pendingin.
Larutan garam A larutkan dalam 10 g kalium fosfat mono basa P dan kalium fosfat dibasa P dalam air hingga 200 ml. Tambahkan 2 tetes asam klorida P dan simpan dibawah larutan tuluena.
Larutan garam B larutkan 4,0 g magnesium sulfat P, 0,20 g natrium klorida P, 0,20 g besi (II) sulfat P dan 0,20 g mangan sulfat P dalam air 200 ml. Tambahkan 2 tetes asam klorida P dan simpan dibawah lapisan tuluena.
Larutan polisorbat 80 larutkan 20 g polisorbat 80 P dalam etanol P hingga 200 ml. Simpan didalam lemari pendingin.
Larutan vitamin I larutkan 10 mh riboflavin P, 10 mg tiamin hidroklorida P, 100µg biotin P,dan 20 mg niasin P dalam asam asetat glasial 0,02 N hingga 400 ml. Simpan terlindung dari cahaya dan dibawah lapisan tuluena dalam lemari pendingin.
Larutan vitamin II larutkan 20 mg asam ara-amino benzoat P, 10 mg kalsium pentotenat P, 40 mg piridoksin hidroklorida P, 40 mg piridoksal hidroklorida P, 8 mg piridoksamin dihidroklorida P dan 2 mg asam folat P dalam larutan etanol netral P ( 1 dalam 4 ) hingga 400 ml. Simpan terlindung cahaya , dalam lemari pendingin.
Sediaan sari tomat. Sentrifusi sari tomat dalam kaleng yang dapat diperoleh diperdagangan hingga hampir seluruh daging buah terpisah. Suspensikan bahan penyaring analitik lebih kurang 5 g perliter kedalam beningan dan saring dengan bantuan pengurangan tekanan melalui lapisan bahan penyaring. Ulangi jika perlu, hingga diperoleh filtrat jernih berwarna jerami. Simpan dibawah lapisan tuluena dalam lemari pendingin.
Media biakan. Larutka 0,75 g ekstrak ragi P larut air, 0,75 pepton kering P, 1,0 g dekstrosa anhidrat P dan 0,20 g kalium fosfat monobasa P dalam 60 ml hingga 70 ml air. Tambahkan 10 ml larutan sari tomat dan 1 ml larutan polisorbat 80. Atur pH larutan 6,8 dengan natrium hidroksida 1 N dan tambahkan air hingga 100 ml. Masukkan 10 ml larutan dalam tabung reaksi dan tutup dengan kapas, sterilkan tabung dan isinya dengan autoclave 121° selama 15 menit. Dinginkan secepat mungkin untuk menghindarkan pembentukan warna akibat panas berlebih.
Media suspensi encerkan sejumlah volume larutan media persediaan media basal, dengan air sama banyak. Masukkan 10 ml larutan kedalam tabung reaksi. Sterilkan dan dinginkan seperti yang tertera pada media biakan.
Biakan persediaan lactobasillus leichmannii tambahkan 1,0 g hingga 1,5 g agar kedalam 100 ml media biakan panaskan diatas tangas uap, sambil duduk hingga agar melarut. Masukkan lebih kurang 10 ml larutan panas dalam tabung reaksi, tutup dan sterilkan dengan autoclave 121° selama 15 menit dan biarkan tabung dingin dengan posisi tegak. Inokulasi dengan cara tusukkan 3 atau lebih tabung dengan biakan murni lactobasillus leichmannii . inkubasi selama 16-24 jam pada suhu yang dipilih antara 30°-40°, usahakan tetap pada ±0,5° dan akhirnya simpan dalam lemari pendingin. Buat biakan segar dalam agar tegak paling sedikit 3 kali setiap minggu dan tidak boleh digunakan untuk pembuatan inokulum jika berumur lebih dari 4 hari. Aktivitas jasad renik dapat ditingkatkan dengan memindahkan biakan tegak tiap hari atau tiap 2 hari, untuk mencapai dimana tingkat kekeruhan dalam inokulum cair dapat diamati 2 jam sampai 4 jam setelah inokulasi. Biakan yang tumbuh lambat,jarang memberikan kurva respon yang sesuai dan dapat memberikan hasil yang salah.
Inokulum. Pindahkan sel biakan induk lactobasillus leichmannii, kedalam dua tabung steril masing-masing berisi 10 ml media biakan. Inkubasi biakan ini selama 16 jam hingga 24 jam pada suhu yang dipilih 30° dan 40°, pertahankan suhu pada ±5°. Secara aseptik sentrifus biakan dan endap tuangkan berningan. Suspensikan sel biakan dalam 5 ml biakan media suspensi steril dan bercampur. Tepatkan volume dengan media suspensi steril sedemikian rupa hingga enceran ( 1 dalam 20 ) dalam larutan natrium klorida P 0,9 % memberikan transmitan 70 % jika diukur pada panjang gelombang lebih kurang 530 nm menggunakan larutan natrium klorida 0,9 % sebagai blanko. Buat pengenceran ( 1 dalam 400 0 suspensi yang telah diukur menggunakan larutan persediaan media basal dan gunakan untuk inokulum uji ( enceran ini dapat diubah bila perlu hingga diperoleh respon uji yang diinginkan ).
Kalibrasi spektrofotometer tera pada panjang gelombang spektrofotometer secara berkala, menggunakan sel panjang gelombang baku atau alat yang sesuai. Sebelum membaca setiap pengujian , kalibrasi spektrofotometer untuk transmitan 0% dan 100% menggunakan air dengan panjang gelombang yang diatur pada 530 nm.
Prosedur bersihkan alat secermat muungkin, selanjutnya dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 250° selama 2 jam untuk tabung reaksi kaca tahan panas dengan ukuran lebih kurang 20 mm x 150 mm dan alat kaca lainnya, karena kepekaan yang tinggi dari jasad renik uji terhadap jumlah kecil aktivitas vitamin B12  dan terhadap spora bahan pencuci. Tambahkan 2 tabung dari 2 seri tabung reaksi berturut-turut 1,0 ml 1,5 m 2ml 3ml  dan 4 ml larutan uji. Kedalm tiap tabung tambahkan 0,5 ml larutan persediaan media basal dan air hingga 10 ml. Letakkan satu seri larutan baku dan larutan uji didalam satu rak dan seri kedua dalam rak lain atau bagian rak, sebaiknya letakkan tabung dalam urutan yang acak. Tutup tabung untuk menghindarkan kontaminasi bakteri dan sterilkan dengan autoclave 121° selama 5 menit, bila perlu atur supaya suhu tersebut tercapat tidak lebih dari 10 menit dengan cara memanaskan autoclave sebelumnya. Lakukan upaya untuk mempertahankan sterilitas dan pendinginan secara seragam selama penetapan kadar, karena letak tabung yang terlalu berdekatan dalam autoclave atau melebihi kapasitas muat autoclave dapat menyebabkan kecepatan pemanasan yang bervariasi.
Secara aseptik tambahkan ke tiap tabung 0,5 ml inokulum kecuali 2 dari 4 tabung yang tidak berisi larutan baku . inkubasi tabung pada suhu 30° sampai 40° pertahankan suhu ±5° selama 16 jam sampai 24 jam.
Hentikan pertumbuhan dengan cara pemanasan pada suhu tidak kurang dari 80° selama 5 menit. Dinginkan hingga suhu kamar. Goyangkan isinya, dan ukur transmitan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Pengamatan dilakukan beberapa detik setelah digoyang, bila transmitan tetap selama 30 detik atau lebih. Lakukan pembacaan untuk tiap tabung dalam selang waktu yang hampir sama.
Dengan mengatur transmitan pada 100% untuk blanko tidak terinokulasi baca transmitan pada blanko terinokulasi, baca transmitan blanko terinokulasi. Jika perbedaan lebih besar dari 5% atau jika terkontaminasi dengan jasad renik lain abaikan  hasil penetapan.
Dengan mengatur transmitan pada 100 % untuk blanko tidak terinokulasi ,baca transmitan tiap tabung lain. Abaikan penetapan bila kemiringan kurva baku menunjukkan masalah sensitivitas.
Perhitungan buat kurva baku antara konsentrasi dan respon dengan cara berikut. Periksa dan abaikan tiap transmittan yang menyimpang. Untuk tiap tingkat kadar baku, hitung respon dari jumlah harga duplikasi transmitan [Ʃ] sebagai selisih y = 2,00-Ʃ. Buat kurva dengan respons pada ordinat ketas grafik terhadap logaritma dari jumlah volume larutan baku dalam ml tiap tabung pada absis menggunakan ordinat kertas grafik terhadap logaritmik, sehingga diperoleh garis mendekati luruh yang lebih. Gambar garis lurus atau kurva yang paling mendekati titik yang diperoleh.
Hitung respon y dengan menambah dengan dua transmitan untuk tiap kadar larutan uji. Baca dri kurva baku logaritma volume larutan baku yang sesuai untuk tiap harga y yang terdapat dalam rentang titik terendah dan tertinggi dari baku. Kurangkan dari tiap logaritma yang diperoleh dari logaritma volume dalam ml dalam larutan uji untuk memeperoleh perbedaan x untuk tiap tingkat dosis. Hitung harga rata-rata dari x untuk tiap 3 atau lebih tingkat dosis untuk memperoleh x= M’ log potensi relatif dari larutan uji. Hitung jumlah dalam µg, sianokobalami BPFI sesuai dengan sianokobalamin dalam sediaan uji dengan persamaan antilog M= antilog ( M’ + log R ), R adalah jumlah dalam  siano kobalamin dalam tiap mg yang digunakan.
Ulangi seluruh penetapan sekurang kurangnya satu kali menggunakan larutan uji yang terpisah. Jika perbedaan diantaranya log potensi M tidak lebih dari 0,08 harga rata-rata M adalah log potensi sediaan uji seperti penetapan aktivitas vitamin B12 dalam desain penetapan analisis penetapan hayati. Jika penetapan dari keduanya berbeda ;ebih dari 0,08 lakukan satu atau lebih penetapan tambahan. Dari harga rata-rata dua atau lebih harga M yang tidak berbeda lebih dari 0,15 hitung potensi rata-rata larutan uji.

UJI EFEKTIVITAS PENGAWET
Pengawet antimikroba adalah zat yang ditambahkan pada sediaan obat untuk melindungi sediaan terhadap kontaminasi mikroba. Pengawet digunakan terutama pada wadah dosis ganda untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat masuk secara tidak sengaja selama atau setelah proses produksi.
Setiap zat antimikroba dapat bersifat pengawet meskipun demikian semua zat antimikroba adalah zat yang beracun. Untuk melindungi konsumen secara maksimum, pada penggunaan harus diusahakan agar pada kemasan akhir kadar oengawet yang masih efektif lebih rendah dari kadar yang dapat menimbuklkan keracunan pada manusia.
Pengujian dimaksudkan untuk menunjukkan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair. Pengujian dan persyaratan hanya berlaku pada produk di dalam wadah asli belum dibuka yang didistribusikan oleh produsen.
Mikroba uji.
Gunakan biakan mikroba berikut :
Candida albicans (ATCC No:0231) ; Aspergillus niger (ATCC No.16404); Escherichia coli (ATCC No.9027) dan Staphylococcus aureus (ATCC No.6538)
Selain mikroba yang disebut di atas, dapat digunakan mikroba lain sebagai tambahan terutama jika dianggap mikroba bersangkutan dapat merupakan kontaminan selama penggunaan sediaan tersebut.
Media
Utuk biakan awal mikroba uji, pilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur mikroba uji, seperti Soybean-Casein Digest Agar Medium.
Digesti pankreatik kasein P     15,0 g
Digesti papaik tepung kedele p           5,0 g
Natrium klorida p                    5,0 g
Agar p                                     5,0 g
Air                                           1000 ml .
pH setelah sterilisasi 7,3±0,2
Pembuatan Inokula
ü  Inkubasi biakan bakteri pada suhu 30 – 35C selama 18 jam – 24 jam. Biakan Candida albicans pada suhu 20-25C selama 48 jam dan biakan Aspergillus niger pada suhu 20-25 C selama 1 minggu.
ü  Gunakan larutan NaCl p 0,9% steril untuk memanen biakan bakteri dan Candidia albicans dengan mencuci permukaan pertumbuhan dan hasil cucian dimasukkan kedalam wadah yang sesuai dan tambahkan larutan NaCl 0,9% steril secukupnya.
ü  Untuk memanen Aspergillus niger lakukan hal yang sama menggunakan larutan NaCl 0,9% steril yang mengandung polisorbat 80 p 0,05% danatur anka spora hingga lebih kurang dari 100 juta pem ml dengan penambahan larutan NaCl 0,9% steril
ü  Sebagai alternatif, mikroba dapat dipertumbuhkan di dalam media cair yang sesuai dan panenan sel dilakukan dengan cara sentrifugasi, dicuci, dan disuspensikan kembali dalam larutan NaCl P 0,9% steril sedemikian rupa hingga dicapai angka mikroba atau spora yang dikehendaki.
Prosedur
ü  Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptik meggunakan jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat tembus secara aseptik, pindahkan 20ml sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran, dan steril.
ü  Inokulasi masing-masing wadah atau tabung dengan salah satu suspensi mikroba baku menggunakan perbandingan 0,1 ml inokulas setara dengan 20 ml sediaan, dan campur.
ü  Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di dalam sediaan uji segera setelah inokulasi adalah anatara 100.000 dan 1.000.000 per ml.
ü  Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula dan dihitung angka awal mikroba tiap ml sediaan yang diuji dengan metode lempeng
ü  Inkubasi wadah dan tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20-25C. Amati wadah pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 sesudah inokulasi.
ü  Catat tiap perubahan yang terlihat dan ditetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu terseut dengan metode lempeng. Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pengujian, hitung perubaha kadar dalam persen tiap mikroba selama pengujian.
Penafsiran Hasil
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika :
a.       Jumlah bakteri viable pada hari ke-14 kurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal
b.      Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah awal
c.       Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.

PENETAPAN KADAR KALSIUM PANTOTENAT
            Lakukan pengeringan pada suhu 1050 selama 3 jam sebelum digunakan. Larutan baku persediaan, timbang lebih kurang 50 mg kalsium pantonenat yang telah dikeringkan dan disimpan ditempat gelap, diatas fosfor pentoksida P, hindari penyerapan uap air selama penimbangan. Larutkan dengan lebih kurang 500 ml air dalam labu terukur 1000 ml. tambahkan 10 ml asam asetat 0,2 N dan 100 ml larutan natrium asetat P (1 dalam 60), encerkan dengan air sampai tanda. Tiap ml larutan setara dengan 50 µg kalsium pantotenat. Simpan dibawah lapisan toluena P dalam lemari pendingin.
            Larutan baku, pada hari pengujian, encerkan sejumlah larutan baku persediaan yang diukur seksama dengan air hingga kadar antara 0,01 µg dan 0,04 µg kalsium pantotenat per ml gunakan kadar yang tepat hingga respon yang diperoleh seperti tertera pada prosedur, 2,0 ml dan 4,0 ml. larutan baku yang digunakan, berada dalam garis lurus kurva respons log kadar.
            Larutan uji : buat larutan seperti yang tertera pada masing-masing monografi dengan kadar setara dengan kalsium pantotenat dalam larutan baku.
            Larutan persediaan media basal
Larutan kasein terhidrolisis asam                                25 ml
Larutan sistin triptofan                                               25 ml
Larutan polisorbat 80                                                  0,25 ml
Dekstrosa anhidrat                                                      10 g
Natrium asetat anhidrat                                              5 g
Larutan adenine-guanin-urasil                                    5 ml
Larutan riboflavin-tiamin-hidroklorida-biotin            5 ml
Larutan asam para-aminobenzoat-niasin-
            Piridoksin hidroklorida                                   5 ml
Larutan garam A                                                         5 ml
Larutan garam B                                                         5 ml
            Larutkan dekstrosa anhidrat dan natrium asetat dalam larutan yang telah dicampur terdahulu, atur pH 6,3 dengan penambahan natrium hidroksida 1 N, encerkan dengan air hingga 250 ml.
            Larutan kasein terhidrolisis asam, campur 100 g kasein P bebas vitamin dengan 500 ml asam klorida 6 N dan refluks campuran selama 8 jam sampai 12 jam. Hilangkan asam klorida dalam campuran dengan penyulingan pada tekanan rendah hingga sisa berbentuk pasta kental. Larutkan kembali pasta yamg terbentuk dengan air, atur pH 3,5 ± 0,1 dengan natrium hidroksida 1 N dan tambahkan air hingga 1000 ml. tambahkan 20 g arang aktif P, aduk selama 1 jam dan saring. Ulangi perlakuan dengan arang aktif simpan dibawah toluene P dalam lemari pendingin pada suhu tidak kurang dari 100. Saring larutan jika pada waktu penyimpanan terbentuk endapan.
            Larutan sistin triptofan, suspensikan 4,0 g L-sistin P dan 1,0 g L-triptofan P (atau 2,0 g D,L-triptofan) dalam 700 ml sampai 800 ml air, panaskan pada suhu 700 hingga 800 dan tambahkan larutan asam klorida P (1 dalam 2) tetes demi tetes dengan pengadukan sampai padatan larut. Dinginkan dan tambahkan air hingga 1000 ml. simpan dibawah toluene P dalam lemari pendingin pada suhu tidak kurang dari 100.
                Larutan adenine-guanin-urasil, larutan dengan pemanasan adenine sulfat P, guanine hidroklorida P dan urasil P masing-masing 200 mg dalam 10 ml asam klorida 4 N, dinginkan dan tambahkan air hingga 200 ml. simpan dibawah lapisan toluene dalam lemari pendingin.
            Larutan polisorbat 80, larutkan 25 g polisorbat 80 P dalam etanol P hingga 250 ml.
            Larutan riboflavin-tiamin hidroklorida-biotin, buat larutan dalam asam asetat 0,02 N hingga tiap ml mengandung masing-masing 20 µg riboflavin P, 10 µg tiamin hidroklorida P dan 0,04 µg biotin P. Simpan dibawah lapisan toluene dalam lemari pendingin terlindung cahaya.
            Larutan asam para-aminobenzoat-niasin-piridoksin hidroklorida, buat larutan dalam etanol P 25% netral hingga tiap ml mengandung 10 µg asam para aminobenzoat P, 50 µg niasin P dan 40 µg piridoksin hidroklorida P. simpan dalam lemari pendingin.
            Larutan garam A, larutkan 25 g kalium fosfat monobasa P dan 25 g kalium fosfat dibasa P dalam air hingga 500 ml. Tambahkan 5 tetes asam klorida P, simpan dibawah lapisan toluene.
            Larutan garam B, larutkan 10 g magnesium sulfat P, 500 mg natrium klorida P, 500 mg besi (II) sulfat P dan 500 mg mangan sulfat P dalam air hingga 500 ml. tambahkan 5 tetes asam klorida P, simpan dibawah lapisan toluene.
            Biakan persediaan lactobacillus plantarum. Larutkan 2,0 ekstrak ragi P larut air dalam 100 ml air, tambahkan 500 mg asam dekstrosa anhidrat P, 500 mg natrium asetat anhidrat P dan 1,5 agar P, panaskan campuran di atas tangas uap sambil diaduk hingga agar terlarut. Tuang masing-masing lebih kurang 10 ml larutan agar panas ke dalam tabung reaksi, tutup tabung, sterilkan pada suhu 121, biarkan tabung mendingin dalam posisi tegak. Buat biakan dari biakan murni Lactobacillus plantarum dengan tusukan pada tiga atau lebih tabung reaksi. Inkubasi selama 16 jam sampai 24 jam pada suhu antara 30 dan 37 ± 0,5 kemudian simpan dalam lemari pendingin. Buat biakan segar dari biakan persediaan setiap minggu dan tidak boleh digunakan sebagai inokulum bila umur biakan lebih dari 1 minggu.
Media biakan. Pada tiap seri tabung berisi  5,0 ml Larutan persediaan media basal  tambahkan  5,0 ml air yang mengandung 0,2 µg kalsium pantotenat. Sumbat tabung dengan kapas, sterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 dan dinginkan.
Inokula .Pindahkan sel dari biakan persediaan Lactobacillus plantarum ke dalam tabung steril berisi 10 ml media biakan. Inkubasi biakan selama 16 jam hingga 24 jam pada suhu yang diilih antara 30 dan 37 ± 0,5. Suspensi sel yang diperoleh adalah inokula.
Prosedur .Pada dua seri tabung reaksi ukuran sama masukkan 1,0 ml dan/atau 1,5 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml dan 5,0 ml Larutan baku. Pada tiap tabung dan 4 tabung sejenis yang tidak berisi larutan baku tambahkan 5,0 ml  Larutan persediaan media basal  dan air secukupnya hingga 10 ml. Pada dua seri tabung reaksi sejenis masukkan sejumlah Larutan uji setara dengan 3 atau lebih tingkat kadar Larutan baku meliputi tingkat 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml. Pada masing-masing tabung tambahkan 5,0 ml Larutan persediaan media basal dan air secukupnya hingga 10 ml. Tempatkan dua seri tabung Larutan baku dan Laritan uji bersama-sama dalam rak tabung dan sebaiknya tempatkan tabung secara acak.
Tutup tabung untuk mencegah kontaminasi jasad renik dan panaskan dalam autoklaf pada suhu 121 selama 2 menit. Dinginkan dan tambahkan 1 tetes inokula pada tiap tabung kecuali 2 dari 4 tabung yang tidak berisi Larutan baku (sebagai blanko yang tidak diinokulasi) dan campur. Inkubasi tabung pada suhu antara 30 dan 37 ± 0,5 selama 16 jam hingga 24 jam, sampai tidak terbentuk penambahan kekeruhan pada tabung yang mengandung baku kadar tertinggi dalam waktu 2 jam.
Tentukan transmitans tabung dengan cara swbagai berikut; Campur isi tia tabung, ukur transmitans pada panjang gelombang antara 540 nm sampai 660 nm, setelah tercapai keadaan stabil. Keadaan stabil dicapai beberapa detik setelah dikocok, bila pembacaan transmitans stabil selama 30 detik atau lebih. Gunakan interval waktu yang relatif sama untuk setiap pembacaan tabung.
Atur transmitans 1,00 menggunakan blangko yang tidak diinokulasi, ukur transmitans blangko terinokulasi. Dengan transmitans 1,00 untuk blangko terinokulasi, ukur transmitans tabung-tabung lain. Jika terjadi kontaminasi dengan jasad renik asing, ulangi pengujian.

            Perhitungan. Buat kurva baku antara kadar dan respons dengan cara sebagai berikut : Untuk tiap tingkat kadar larutan baku, hitung respon dari jumlah harga duplikasi transmitans (∑) sebagai selisih , Y = 2,00 - ∑ (dari tansmitans). Gambarkan kurva dengan respons pada ordinat kertas grafik terhadap log dari volume larutan baku dalam ml tiap tabung pada absis, untuk ordinat menggunakan skala aritmatika atau logaritmik sehingga diperoleh mendekati garis lurus. Gambar garis lurus atau kurva yang paling sesuai dengan titik yang diperoleh.
            Hitung respon y dengan menambah bersama dua transmitans untuk tiap kadar larutan uji. Baca dari kurva baku logaritma volume larutan baku yang sesuai untuk tiap harga y yang terletak dalam rentang titik terendah dan tertinggi dari baku. Kurangkan dari tiap logaritma yang diperoleh, logaritma dari volume dalam ml larutan uji untuk memperoleh perbedaan, x, untuk tiap tingkat dosis. Harga rata-rata x untuk masing-masing tiga atau lebih tingkat dosis untuk memperoleh x = M’, log-potensi relatif larutan uji. Hitung jumlah dalam mg Kalsium Pantotenat BPFI yang sesuai dengan kalsium pantotenat dalam sejumlah bahan yang digunakan untuk pengujian sebagai antilog :             M = antilog (M’ + log R)
R adalah jumlah mg kalsium pantotenat yang diperkirakan ada dalam tiap mg (kapsul atau tablet) yang digunakan untuk pengujian.
Pengulangan. Ulangi seluruh penetapan sekurang-kurangnya satu kali, dengan Larutan uji yang dibuat terpisah. Jika perbedaan antara dua log potensi M tidak lebih dari 0,08, harga rata-rata M adalah log potensi sediaan uji sepert tertera pada Rentang batas keyakinan dari potensi dalam Desain dan Analisis Penetapan Hayati <81>. Jika dua penetapan berbeda lebih dari 0, 08 lakukan satu atau lebih penetapan tambahan. Dari harga rata-rata dua atau lebih harga M yang tidak berbeda lebih dari 0,15, hitung potensi rata-rata Larutan Uji.