M
A K A L A H
IMPLEMENTASI
IMAN DAN TAQWA DALAM KEHIDUPAN MODERN
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK 1
Ø LITA RIZKIKA SARI 08121006007
Ø MELANY AMDIRA 08121006027
Ø ANGGIA PERAMAHANI 08121006042
Ø HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006069
JURUSAN
FARMASI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
BAB
I.................................................................................................... 2
3
Tujuan.......................................................................................... 4
PEMBAHASAN.................................................................................... 5
A.
Pengertian
Iman............................................................................. 5
B.
Pengertian Taqwa.......................................................................... 5
C.
Implementasi Iman Dan Takwa..................................................... 7
D.
Problematika, Tantangan dan Resiko Dalam kehidupan
Modern 10
E.
Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modern.................................................................................................... 14
BAB III................................................................................................ 17
PENUTUP........................................................................................... 17
1.
Kesimpulan................................................................................ 17
2.
Saran.......................................................................................... 18
3.
Daftar Pustaka........................................................................... 18
1. Latar Belakang
Kita
diciptakan di dunia ini untuk satu hikmah yang agung dan bukan hanya untuk
bersenang-senang dan bermain-main. Tujuan dan himah penciptaan ini telah
dijelaskan dalam firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ مَآأُرِيدُ مِنْهُم
مِّن رِّزْقٍ وَمَآ أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو
الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki
sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan.
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi
Sangat Kokoh. (QS. 51:56-58)
Allah telah
menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa tujuan asasi dari penciptaan manusia
adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat syirik. Sehingga Allah pun
menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok manusia yang belum
mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka diciptakan tanpa satu tujuan
tertentu dalam firmanNya :
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لاَ
تُرْجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS. 23:115)
Ayat yang
mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan secara main-main saja,
namun diciptakan untuk satu hikmah.
Allah tidak menjadikan manusia hanya untuk makan, minum dan bersenang-senang
dengan perhiasan dunia, serta tidak dimintai pertanggung jawaban atas semua
prilakunya di dunia ini. Tentu saja jawabannya adalah kita semua diciptakan
untuk satu himah dan tujuan yang agung dan dibebani perintah dan larangan,
kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian dibalas dengan pahala atas kebaikan
dan disiksa atas keburukan (yang dia amalkan) serta (mendapatkan) syurga atau
neraka.
Demikianlah
seorang manusia yang ingin sukses harus dapat bersikap profesional dan
proforsonal dalam mencapai tujuan tersebut, sebab sesungguhnya tujuan akhir
seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah dengan iman dan
taqwa. Oleh karena itu orang yang paling sukses dan paling mulia disisi Allah
adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara
kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. 49:13)
Namun untuk mencapai kemulian
tersebut membutuhkan dua hal :
a). I’tishom
bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah dan berusaha
merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga dengan ini kita
selamat dari kesesatan. Namun hal inipun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya,
yaitu;
b). I’tishom
billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakal dan berserah diri serta memohon
pertolongan kepada Allah dari seluruh rintangan dan halangan mewujudkan yang
pertama tersebut. Sehingga dengannya kita selamat dari rintangan mengamalkannya.
Sebab
seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua hal,
pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan
kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.
Imam Ibnu Al
Qayyim menyatakan: Poros kebahagian duniawi dan ukhrowi ada pada I’tishom
billahi dan I’tishom bihablillah dan tidak ada kesuksesan kecuali bagi orang
yang komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan I’tishom bi hablillah melindungi
seseorang dari kesesatan dan I’tishom billahi melindungi seseorang dari
kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai (keridhoan) Allah seperti
seorang yang berjalan diatas satu jalanan menuju tujuannya. Ia pasti
membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan, sehingga tidak
mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini.
Dalil
(petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari kesesatan dan menunjukinya
kejalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata menjadi alat
keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan. I’tishom bi hablillah
memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang I’tishom billah
memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab keselamatannya
di perjalanan.
Oleh karena
itu hendaknya kita menekuni bidang kita masing-masing sehingga menjadi ahlinya
tanpa meninggalkan upaya mengenal, mengetahui dan mengamalkan ajaran islam yang
merupakan satu kewajiban pokok setiap muslim. Agar dapat mencapai tujuan
penciptaan tersebut dengan menjadikan keahlian dan kemampuan kita sebagai
sarana ibadah dan peningkatan iman dan takwa kita semua.
Tentu saja
hal ini menuntut kita untuk dapat mengambil faedah dan pengetahuan tantang
syariat sebagai wujud syukur kita atas nikmat yang Allah anugerahkan. Semua itu
agar mereka mengakui bahwa mereka adalah makhluk yang tunduk dan diatur dan
mereka memiliki Rabb yang maha pencipta dan maha mengatur mereka.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
apa yang dikemukakan dalam latar belakang maka penulis menarik suatu rumusan
masalah sebagai berikut :
- Apa masalah-masalah manusia dalam kehidupan modern berdasarkan pandangan Islam ?
- Bagaimanakah peran iman dan takwa dalam menjawab masalah dan tantangan kehidupan modern ?
3. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui
apa yang menjadi dasar dari pengimplementasian iman dan takwa dalam kehidupan
modern dan era globalisasi sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman
Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti
kepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti,
atau pokok – pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam.
Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu – amanan yang berarti
percaya. Oleh karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang
terletak dalam hati.
Dalam surat al-Baqarah 165, dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang
yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu
hubban lillah). Oleh karena itu, beriman kepada Allah berarti sangat rindu
terhadap ajaran Allah. Oleh karena iu beriman kepada Allah berarti amat sangat
terhadap ajaran Allah yaitu Al-Quran dan sunnah rasul.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Atthabrani,
iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan
diwujudkan dengan amal perbuatan (al-Imaanu
‘aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan)
Istilah iman dalam al-qur’an selalu dirangkaikan dengan kata lain yang
memberikan corak dan warna tentanhg suatu yang diimani, seperti dalam surat
an-Nisa’: 51 yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/Idealisme) dan thaghut
(realita/nasionalisme). Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan
kata bathil, yaitu wallaziina aamanuu bil
baathili. Bathil berarti tidak benar menurut Allah.Sementara dalam surat
al-Baqarah: 4 iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan oleh Allah.
Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau
ajaran nya, dikatakan sebagai iman haq, sedangkan yang dikaitkan dengan
selainnya dinamakan iman bathil.
Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan
cabang. Bukankah sering kita baca atau dengar sabda Rasullah saw. Yang kita
jadikan kata-kata mutiara, misalnya malu adalah sebagian dari iman, kebersihan
sebagian dari iman, cinta bangsa dan Negara sebagian dari iman, bersikap ramah
sebagian dari iman, menyingkirkan duri atau yang lainnya yang dapat membuat
orang sengsara dan menderita, itu juga sebagian dari iman. Diantara cabang -
cabang keimanan yang paling pokok adalah keimanan kepada Allah SWT.
1). Wujud Iman
Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong
seorang muslim berbuat amal soleh. Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya
percaya terhadap sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan
melakukan sesuatu sesuai keyakinannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Seseorang
dipandang muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia
berakidah muslim maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai
amal saleh. Apabila tidak berakidah, maka segala perbuatannya dan amalnya tidak
mengandung arti apa-apa.
Oleh karena itu, menjadi seorang muslim berarti meyakini dan menjalankan
segala sesuatu yang diajarkan dalam ajaran Islam.
2). Proses
Terbentuknya Iman
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pembinaan yang
bekesinambungan. Pengaruh pedidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung
sangat berpengaruh terhadap iman seseorang.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman
diawali dengan proses perkenalan. Megenal ajaran Allah harus dilakukan sedini
mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu. Disamping pengenalan, proses
pembiasaan juga perlu diperhatikan, seorang anak harus dibiasakan dari kecil
untuk mengenal dan melaksanakan ajaran Allah, agar kelak dapat melaksanakan
ajaran -ajaran Allah.
3). Tanda-tanda Orang
Beriman
Al-qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama Allah, hatinya akan bergetar dan berusaha
ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya (al-anfal : 2)
2. Senantiasa tawakal, yaitu bekeja keras berdasarkan kerangka
ilmu Allah. (Ali imran : 120, Al maidah:
12, al-anfal : 2, at-taubah: 52, Ibrahim:11)
3.Te rtib dalam
melaksanakan shalat dan selalu melaksanakn perintah-Nya. (al-anfal: 3, Al-mu’minun: 2, 7)
4. Menafkahkan rizki yang diterima dijalan Allah. (al-anfal: 3, Al-mukminun: 2, 7)
5 Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan.
(Al-mukminun: 3, 5)
6 Memelihara amanah dan menepati janji. (Al-mukminun: 6)
7 Berjihad di jalan Allah
dan Suka menolong. (al-Anfal : 74)
8 Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin. (an-nur: 62)
B. Pengertian Taqwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka
taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam
pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ).
Karakteristik orang – orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan
kedalam lima kategori atau indicator ketaqwaan.
a) Iman kepada Allah, para malaikat, kitab –
kitab dan para nabi. Dengan kata lain, instrument ketaqwaan yang pertama ini
dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman.
b) Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada
kerabat, anak yatim, orang – orang miskin, orang – orang yang terputus di
perjalanan, orang – orang yang meminta – minta dana, orang – orang yang tidak
memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya.
Indikator taqwa yang kedua ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama umat
manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta.
c) Mendirikan solat dan menunaikan zakat,
atau dengan kata lain, memelihara ibadah formal.
d) Menepati janji, yang dalam pengertian lain
adalah memelihara kehormatan diri.
e) Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan
diwaktu perang, atau dengan kata lain memiliki semangat perjuangan.
C.
Implementasi
Iman Dan Taqwa
1.
Pemantapan Iman dan Taqwa
Masa depan
ditentukan oleh umat yang memiliki kekuatan budaya yang dominan. Generasi pelopor penyumbang dibidang pemikiran (aqliyah), dan pembaruan (inovator),
perlu dibentuk di era
pembangunan.
Keunggulan
generasi pelopor akan di ukur ditengah masyarakat dengan pengetahuan dan
pemahaman (identifikasi)
permasalahan yang dihadapi umat, dengan equalisasi
mengarah kepada kaderisasi (patah
tumbuh hilang berganti). Keunggulan ini di iringi dengan kemampuan
penswadayaan kesempatan-kesempatan. Pentingnya menumbuhkan generasi pelopor
menjadi relevansi tuntutan agama dalam menatap kedepan.
Mantapnya
pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun) dalam perilaku seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha kearah
pemantapan metodologi pengembangan melalui program pendidikan dan pelatihan,
pembinaan keluarga, institusi serta lingkungan mesti sejalin dan sejalan dengan
pemantapan Akidah Agama pada generasi mendatang. Political
action berkenaan pengamalan ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar menopang
proses pembangunan melalui integrasi
aktif, dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu
sendiri.
2.
Melemahnya Jati Diri
Kelemahan mendasar ditengah perkembangan zaman adalah melemahnya jati diri, dan kurangnya
komitmen kepada nilai luhur agama yang menjadi anutan bangsa. Isolasi diri karena tidak berkemampuan
menguasai “bahasa dunia”
(politik, ekonomi, sosial, budaya, iptek), berujung dengan hilangnya percaya diri. Kurangnya kemampuan
dalam penguasaan teknologi dasar yang akan menopang perekonomian bangsa,
dipertajam oleh kurangnya minat menuntut ilmu, menjadikan isolasi diri
masyarakat bertambah tertutup. Kondisi ini akan menjauhkan peran serta di era-kesejagatan
(globalisasi), dan
akhirnya membuka peluang menjadi anak jajahan di negeri sendiri.
Sosialisasi
pembinaan jati diri bangsa mesti disejalankan dengan pengokohan lembaga
keluarga (extended family), dan
peran serta masyarakat pro aktif
menjaga kelestarian adat budaya (hidup beradat, di masyarakat Minangkabau adat bersendikan syarak, syarak bersendikan
Kitabullah). Setiap
generasi yang di lahirkan dalam satu rumpun bangsa wajar tumbuh menjadi
kekuatan yang peduli dan pro-aktif menopang pembangunan bangsa.
Melibatkan
generasi muda secara aktif menguatkan jalinan hubungan timbal balik antara masyarakat serumpun di desa dalam tata
kehidupan sehari-hari. Aktifitas ini mendorong lahirnya generasi penyumbang yang bertanggung jawab, di samping antisipasi
lahirnya generasi lemah.
3. Arus Globalisasi
Menjelang berakhirnya alaf kedua memasuki millenium ketiga, abad dua puluh satu
ditemui lonjakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pesat.
Globalisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses menjadikan sesuatu mendunia (universal),
baik dalam lingkup maupun aplikasinya. Era globalisasi adalah era perubahan cepat. Dunia akan transparan,
terasa sempit seakan tanpa batas.
Hubungan komunikasi, informasi, transportasi menjadikan jarak satu sama
lain menjadi dekat, sebagai akibat dari revolusi industri, hasil dari
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Arus globalisasi juga menggeser
pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi
masyarakat industri dan perdagangan modern.
Arus
kesejagatan (globalisasi) secara dinamik
memerlukan penyesuaian kadar
agar arus kesejagatan tidak mencabut generasi dari akar budaya bangsanya.
Sebaliknya arus kesejagatan mesti di rancang bisa merobah apa yang tidak di
kehendaki.
Membiarkan diri terbawa arus
deras perubahan sejagat tanpa memperhitungkan jati diri akan
menyisakan malapetaka. Globalisasi menyisakan banyak tantangan (sosial,
budaya, ekonomi, politik, tatanan, sistim, perebutan kesempatan menyangkut
banyak aspek kehidupan kemanusiaan.
Globalisasi
juga menjanjikan harapan dan kemajuan. Setiap
Muslim harus ‘arif dalam
menangkap setiap pergeseran dan tanda-tanda perubahan zaman. Kejelian dalam
menangkap ruh zaman (zeitgeist)
mampu men- jaring peluang‑peluang yang ada, sehingga memiliki visi jauh ke
depan. Diantara yang menjanjikan itu adalah pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Pesatnya pertumbuhan ekonomi menjadi alat untuk menciptakan kemakmuran
masyarakat.
4. Paradigma Tauhid
Paradigma
tauhid, laa ilaaha illa Allah,
mencetak manusia menjadi ‘abid,
hamba yang mengabdi kepada Allah dalam arti luas, berkemampuan
melaksanakan ajaran syar’iy
mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasul Allah, untuk menjadi manusia mandiri
(self help), sesuai dengan eksistensi manusia itu di jadikan.
Manusia pengabdi (‘abid) adalah manusia yang
tumbuh dengan Akidah Islamiah yang kokoh. Akidah
Islamiah merupakan sendi fundamental
dari dinul Islam, dan titik dasar paling awal untuk menjadikan seorang muslim.
Apabila
Akidah tauhid telah hilang, dapat dipastikan akan lahir prilaku fatalistis dengan hanya menyerah
kepada nasib sambil bersikap apatis
dan pesimis. Sikap negatif ini
adalah virus berbahaya bagi individu pelopor penggerak pembangunan. Keyakinan
tauhid secara hakiki menyimpan kekuatan besar berbentuk energi ruhaniah yang mampu mendorong manusia untuk hidup inovatif.
D.
Problematika,
Tantangan dan Resiko Dalam Kehidupan Modern
Problem-problem
manusia dalam kehidupan modern adalah munculnya dampak negatif (residu), mulai
dari berbagai penemuan teknologi yang berdampak terjadinya pencemaran
lingkungan, rusaknya habitat hewan maupun tumbuhan, munculnya beberapa
penyakit, sehingga belum lagi dalam peningkatan yang makro yaitu berlobangnya
lapisan ozon dan penasan global akibat akibat rumah kaca.
Aktualisasi
taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu pentingnya
taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini sehingga
beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud pembentukan
diri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering lagi
setiap khatib pada hari jum’at atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah
untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan
beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan
hidup manusia (ibadah).
Taqwa
adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim.
Signifikansi taqwa bagi umat islam diantaranya
adalah sebagai spesifikasi pembeda dengan umat lain bahkan dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi
iman seorang muslim. Seorang muslim yang beriman tidak ubahnya seperti
binatang, jin dan iblis jika tidak mangimplementasikan keimanannya dengan sikap
taqwa, karena binatang, jin dan iblis mereka semuanya dalam arti sederhana
beriman kepada Allah yang menciptakannya, karena arti iman itu sendiri secara
sederhana adalah “percaya”, maka taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara
manusia dengan makhluk lainnya. Seorang muslim yang beriman dan sudah
mengucapkan dua kalimat syahadat akan tetapi tidak merealisasikan keimanannya
dengan bertaqwa dalam arti menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi
segala laranganNya, dan dia juga tidak mau terikat dengan segala aturan
agamanya dikarenakan kesibukannya atau asumsi pribadinya yang mengaggap
eksistensi syariat agama sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah hak
asasi manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi agamanya itu hanya sebagai
identitas pelengkap dalam kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak
sama dengan binatang akan tetapi kedudukannya lebih rendah dari binatang,
karena manusia dibekali akal yang dengan akal tersebut manusia dapat melakukan
analisis hidup, sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa sebagai wujud
implementasi dari keimanannya.
Taqwa
adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya
berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim yang
bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi
segala laranganNya dalam kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan sekarang
adalah bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba
bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam
selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat
menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang
mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam
terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu
yang cukup mendukung kualitas iman seseorang.
Adanya kematian sebagai sesuatu
yang pasti dan tidak dapat dikira-kirakan serta adanya kehidupan setelah
kematian menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang harus digapai dalam
kehidupan manusia yang sangat singkat ini. Memulai untuk bertaqwa adalah dengan
mulai melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga pandangan, serta melatih
diri untuk terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya,
karena arti taqwa itu sendiri sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin
Al-Mahally dalam tafsirnya bahwa arti taqwa adalah “imtitsalu awamrillahi
wajtinabinnawahih”, menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala
laranganya.
Beberapa problem yang sering
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
Problem dalam Hal Ekonomi
Semakin
lama manusia semakin menganggap bahwa dirinya merupakan homo economicus, yaitu
merupakan makhluk yang memenuhi kebutuhan hidupnya dan melupakan dirinya
sebagai homo religious yang erat dengan kaidah – kaidah moral. Ekonomi
kapitalisme materialisme yang menyatakan bahwa berkorban sekecil – kecilnya
dengan menghasilkan keuntungan yang sebesar – besarnya telah membuat manusia
menjadi makhluk konsumtif yang egois dan serakah.
Problem
dalam Bidang Moral
Pada hakikatnya Globalisasi adalah
sama halnya dengan Westernisasi. Ini tidak lain hanyalah kata lain dari
penanaman nilai – nilai Barat yang menginginkan lepasnya ikatan – ikatan nilai
moralitas agama yang menyebabkan manusia Indonesia pada khususnya selalu
“berkiblat” kepada dunia Barat dan menjadikannya sebagai suatu symbol dan tolok
ukur suatu kemajuan.
Problem
dalam Bidang Agama
Tantangan agama dalam kehidupan
modern ini lebih dihadapkan kepada faham Sekulerisme yang menyatakan bahwa
urusan dunia hendaknya dipisahkan dari urusan agama. Hal yang demikian akan
menimbulkan apa yang disebut dengan split personality di mana seseorang bisa
berkepribadian ganda. Misal pada saat yang sama seorang yang rajin beribadah
juga bisa menjadi seorang koruptor.
Problem
dalam Bidang Keilmuan
Masalah yang paling kritis dalam
bidang keilmuan adalah pada corak kepemikirannya yang pada kehidupan modern ini
adalah menganut faham positivisme dimana tolok ukur kebenaran yang rasional,
empiris, eksperimental, dan terukur lebih ditekankan. Dengan kata lain sesuatu
dikatakan benar apabila telah memenuhi criteria ini. Tentu apabila direnungkan
kembali hal ini tidak seluruhnya dapat digunakan untuk menguji kebenaran agama
yang kadang kala kita harus menerima kebenarannya dengan menggunakan keimanan
yang tidak begitu poluler di kalangan ilmuwan – ilmuwan karena keterbatasan
rasio manusia dalam memahaminya.
Perbedaan metodologi yang lain bahwa
dalam keilmuan dikenal istilah falsifikasi. Artinya setiap saat kebenaran yang
sudah diterima dapat gugur ketika ada penemuan baru yang lebih akurat. Sangat
jauh dan bertolak belakang dengan bidang keagamaan.Jika anda tidak salah lihat,
maka akan banyak anda temukan banyak ilmuwan yang telah menganut faham atheis
(tidak percaya adanya tuhan) akibat dari masalah – masalah dalam bidang
keilmuan yang telah tersebut di atas.
Pengaruh
Modernisasi dalam Kehidupan Islam
Dalam abad teknologi ultra moderen
sekarang ini, manusia telah diruntuhkan eksistensinya sampai ketingkat mesin
akibat pengaruh morenisasi. Roh dan kemuliaan manusia telah diremehkan begitu
rendah. Manusia adalah mesin yang dikendalikan oleh kepentingan financial untuk
menuruti arus hidup yang materialistis dan sekuler. Martabat manusia
berangsur-angsur telah dihancurkan dan kedudukannya benar-benar telah
direndahkan. Modernisai adalah merupakan gerakan yang telah dan sedang
dilakukan oleh Negara-negara Barat Sekuler untuk secara sadar atau tidak, akan
menggiring kita pada kehancuran peradaban. Tak sedikit dari orang-orang Islam
yang secara perlahan-lahan menjadi lupa akan tujuan hidupnya, yang semestinya
untuk ibadah, berbalik menjadi malas ibadah dan lupa akan Tuhan yang telah
memberikannya kehidupan. Akibat pengaruh modernisasi dan globalisasi banyak
manusia khususnya umat Islam yang lupa bahwa sesungguhnya ia diciptakan
bukanlah sekedar ada, namun ada tujuan mulia yaitu untuk beribadah kepada Allah
SWT.
Kondisi diatas meluaskan segala hal
dalam aspek kehidupan manusia. Sehingga tidak mengherankan ketika batas-batas
moral, etika dan nilai-nilai tradisional juga terlampaui. Modernisasi yang
berladangkan diatas sosial kemasyarakatan ini juga tidak bisa mengelak dari
pergeseran negatif akibat modernisasi itu sendiri. Peningkatan intensitas dan
kapasitan kehidupan serta peradaban manusia dengan berbagai turunannya itu juga
meningkatan konstelasi sosial kemasyarakatan baik pada level individu
ataupun level kolektif. Moralitas, etika dan nilai-nilai terkocok ulang menuju
keseimbangan baru searah dengan laju modernisasi. Pegerakan ini tentu saja
mengguncang perspektif individu dan kolektif dalam tatanan kemasyarakatan yang
telaha ada selama ini.
Perubahan kepercayaan, pemikiran, kebudayaan, dan
peradaban merupakan prasyarat bagi perubahan ekonomi, politik, dan sebagainya.
Itulah sebabnya, ketika masyarakat modern tak dapat mengakomodasikan apa yang
tersedia di lingkungannya, mereka memilih alternatif atau model dari negara
imperialis yang menjadi pusat-pusat kekuatan dunia. Secara politis, mereka
berlindung pada negara-negara tersebut. Terbukalah kemungkinan konfrontasi
antara kekuatan eksternal dengan kekuatan internal (kekuatan Islam) bila Islam
hendak ditampilkan sebagai kekuatan nyata. Morernisasi bagi umat Islam tidak
perlu diributkan, diterima ataupun ditolak, namun yang paling penting dari
semua adalah seberapa besar peran Islam dalam menata umat manusia menuju tatanan dunia baru yang lebih maju dan
beradab. Bagi kita semua, ada atau tidaknya istilah modernisasi dan globalisasi
tidak menjadi masalah, yang penting ajaran Islam sudah benar-benar diterima
secara global, secara mendunia oleh segenap umat manusia, diterapkan dalam
kehidupan masing-masing pribadi, dalam berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Sebagai umat Islam hendaknya nilai
modern jangan kita ukur dari modernnya
pakaiannya, perhiasan dan penampilan. Namun modern bagi umat Islam adalah modern
dari segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan, ilmu pengetahuan, teknologi,
ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan yang dijiwai akhlakul karimah, dan
disertai terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera dalam naungan
ridha Allah SWT.
E.
Peran Iman
dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modern
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini
dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia:
a.
Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah.
Kalau Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang
dapat mencegahnya. Sebaliknya,jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak
ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan
keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan
sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda
keramat, mengikis kepercayaan pada khufarat, takhyul, jampi-jampi dan
sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat Al Fatihah
ayat 1-7
b.
Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak diantara
manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi
resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah.
Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah:
Dimana saja kamu berada, kematian akan datang mendapatkan kamu kendatipun
kamu di benteng yang tinggi lagi kokoh.( An Nisa 4: 78)
c.
Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan
Rezeki memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang
melepaskan pendirian bahkan tidak segan-segan melepaskan prinsip,menjual
kehormatan,bermuka dua,menjilat dan memperbudak diri karena kepentingan materi.
Pegangan orang beriman dalam hal ini adalah firman Allah:
Dan tidak ada satu binatang melatapun dibumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (lauhul mahfud) (Hud, 11:6)
d.
Iman memberikan kententraman jiwa
Acapkali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan
dan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan , hatinya
tentram(mutmainah), dan jiwanya tenang(sakinah), seperti dijelaskan firman
Allah:
…..(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah,hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram (Ar-Ra’d,13:28)
e.
Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)
Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan
kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan dalam firman
Allah :
Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahal
yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. (An Nahl, 16:97)
f.
Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat ikhlas, tanpa
pamrih , kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan
apa yang telah diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia
senantiasa berfirman pada firman Allah:
Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Al-An’aam, 6:162)
g.
Iman memberikan keberuntungan
Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar karena Allah
membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang
yang beriman adalah orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah:
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung. (Al-Baqarah,
2:5)
h.
Iman mencegah penyakit
Ahlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis
tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman.
Jika seseorang jauh dari prinsip-prinsip iman, tidak mengacuhkan azas moral
dan ahlak, merobek-robek nilai kemanusiaan dalam setiap perbuatannya, tidak
pernah ingat kepada Allah, maka orang yang seperti ini hidupnya akan dikuasai
oleh kepanikan dan ketakutan.
Hal itu akan menyebabkan tingginya hormon adrenalin dan persenyawaan kimia
lainnya. Selanjutnya akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap biologi
tubuh serta lapisan otak bagian atas. Hilangnya keseimbangan hormon dan kimiawi
akan mengakibatkan terganggunya kelancaran proses metabolisme zat dalam tubuh
manusia. Pada waktu itulah timbullah gejala penyakit, rasa sedih, dan
ketegangan psikologis, serta hidupnya selalu dibayangi oleh kematian.
Demikianlah
pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia bukan hanya sekedar
kepercayaan yang berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan yang mendorong dan
membentuk sikap perilaku hidup. Apabila suatu masyarakat terdiri dari
orang-orang yang beriman, maka akan terbentuk masyarakat yang aman, tentram,
damai, dan sejahtera
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti kepercayaan
atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti, atau pokok –
pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam.
Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu – amanan yang berarti
percaya. Oleh karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang
terletak dalam hati.
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa
dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan
ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ).
Mantapnya
pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun) dalam perilaku seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha kearah
pemantapan metodologi pengembangan melalui program pendidikan dan pelatihan,
pembinaan keluarga, institusi serta lingkungan mesti sejalin dan sejalan dengan
pemantapan Akidah Agama pada generasi mendatang. Political
action berkenaan pengamalan ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar menopang
proses pembangunan melalui integrasi
aktif, dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu
sendiri.
Pemberdayaan
lembaga adat, agama, perguruan tinggi, untuk meraih keberhasilan, mesti sejalan
dengan kelompok umara’ yang adil
(kena pada tempatnya). Pertemuan pendapat ilmuan dan para
pengamat melalui dialog, penekanan amanah kepada pemegang kendali ekonomi,
menyatukan gerak masyarakat disertai do’a (harapan) sebagai perpaduan usaha,
menjadi pekerjaan mendesak meniti pengembangan pembangunan (development).
Peran da’i ilaa Allah aktif
menyokong mempertahankan nilai-nilai ruhaniyah sebagai modal dalam menghasilkan
yang belum dimiliki. Generasi pelopor (inovator) pembangunan harus dipersiapkan
supaya tidak lahir generasi pengguna (konsumptif) yang tidak produktif, yang merupakan benalu bagi
bangsa dan negara.
Melibatkan
generasi muda secara aktif menguatkan jalinan hubungan timbal balik antara masyarakat
serumpun di desa dalam tata kehidupan sehari-hari. Aktifitas ini
mendorong lahirnya generasi penyumbang yang bertanggung jawab,
di samping antisipasi lahirnya generasi lemah.
2.
Saran
Permasalahan-permasalahan yang ada di era globalisasi sekarang yang banyak
menyimpang dari aturan agama khususnya di Indonesia sangat miris sekali. Yang
diperlukan sekarang adalah generasi muda yang handal, dengan daya kreatif, innovatif, kritis, dinamis,
tidak mudah terbawa arus, memahami nilai‑nilai budaya luhur, siap bersaing
dalam knowledge based society, punya jati diri yang jelas, memahami dan
mengamalkan nilai‑nilai ajaran Islam sebagai kekuatan spritual. Kekuatan yang memberikan motivasi
emansipatoris dalam mewujudkan sebuah kemajuan fisik‑material, tanpa harus
mengorbankan nilai‑nilai kemanusiaan.
3.
Daftar
Pustaka
Abdiansyah, Septian.
2010. Keimanan dan Ketaqwaan. http://tugaskuliahseptian.blogspot.com/2010/06/keimanan-dan-ketakwaan.html
Abr26.
2011. Pengertian iman dan taqwa. http:// tugas
agama/imtaq.html
Punya papinka. 2011. Implementasi iman dan takwa. http://IMPLEMENTASI IMAN DAN
TAQWA DALAM KEHIDUPAN MODERN _ punyanyavika.html
Tafany, 2009. Iman dan
taqwa, http://pengertian-iman-dan-taqwa -----.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar